Raina (cerpen)


Cerpen ketiga. sepertinya sedikit lebay ya -__-ahh silahkan para pembaca menilai sendiri deh :Denjoy !


cr. Maya

Bunga yang dulu mekar
Kini tlah layu dan berguguran
Kehilangan keindahannya yang beragam
Tak pernah aku kira ia akan layu
Yang dulu ku rawat baik-baik
Kini semuanya tinggal kenangan
***
Tepat pukul  9 malam aku menutup buku harianku. Aku menyudahi kegiatan rutinku setiap malam, yaitu menulis buku harianku. Aku memandang buku berwarna biru itu, didalamnya masih terdapat selembar foto seorang pria yang dulu sangat aku cintai. Tiba-tiba air mataku menngalir begitu saja membentuk sungai kecil di pipiku. Kenangan yang dengan susah payah ku kubur dalam-dalam dari beberapa bulan yang lalu, akhirnya kembali terkenang. Reski, seorang laki-laki yang pernah mengisi hatiku, seorang laki-laki yang akan menjadi calon suamiku, tiba-tiba pergi. Dia mengalami sebuah kecelakaan yang membuatnya koma beberapa minggu dan akhirnya dia tidak bisa bertahan. Kini dia tlah pergi meninggalkanku sendiri. Tapi, sampai sekarang aku masih sangat mencintainya, aku belum bisa melupakannya. Cincin pertunangan darinya masih ku simpan baik-baik. Bahkan aku jadikan sebuah kalung dengan cincin itu sebagai bandulnya. “ah sudahlah. Aku harus bangkit, Reski pasti gak suka kalau aku terus-terusan sedih, lebih baik sekarang aku tidur.” aku menghibur diriku sendiri sambil menyeka air mataku yang masih mengalir. Semoga malam ini aku mimpi indah, batinku.
Pagi… pagi… pagi…
Jam weker berbentuk mickey mouse yang terpajang rapi di kamarku berbunyi. Kulirik sebentar, “hmm .. jam 05.00 pagi,” gumamku. Kumatikan jam weker itu supaya tidak terus-terusan berbunyi. Aku segera bangun dan menggeliat hebat. Semalam tidurku nyenyak sekali. Aku harus bergegas mandi, sarapan dan pergi bekerja. Aku tak mau atasanku marah gara-gara aku terlambat datang, dia tak pernah menerima alasan apapun dari para karyawannya, termasuk MACET. Selesai mandi, kurapikan pakaian dan dandananku. Aku mematut diri di depan cermin. Kuperhatikan wajahku baik-baik, “Oh tidaaak !”pekikku. Aku melihat kedua mataku bengkak, mungkin akibat aku menangis tadi malam. Aku segera mengompres mataku dengan es batu beberapa menit. Setelah itu, aku bergegas menuju garasi, ku nyalakan mesin mobilku dan melaju meninggalkan apartemen yang aku tempati saat ini. Aku tinggal di Jakarta hanya seorang diri, kedua orang tuaku tinggal di Bandung. Setelah tamat kuliah, aku memutuskan untuk bekerja di sini. Dan akhirnya aku bekerja di sebuah kantor majalah di Jakarta.
***
"Na.. Rainaa !”
Kudengar seseorang berteriak memanggilku dari belakang. Aku menoleh, dan kulihat seorang gadis menghampiriku. Dia Tania, sahabatku sejak aku kecil. Dimulai SD, SMP, SMA, Kuliah, bahkan kerja pun kami selalu bersama-sama. Dia sama sepertiku, dia tinggal seorang diri di Jakarta, bahkan apartemen kami berdekatan. Aku pernah mengajaknya untuk tinggal bersama di apartemenku, tapi dia menolak. Alasannya, dia bilang sih pengen mandiri. Aku hanya tertawa mendengarnya. Karena yang ku tau, Tania itu anak yang manja. Saat itu aku tak bisa membayangkan gimana dia bisa tinggal seorang diri di apartemen. Tapi kini aku salut padanya, dia bisa membuktikan kata-katanya. Sekarang dia menjadi lebih dewasa dan mandiri.
“Iya Ta? Ada apa?” tanyaku dengan memalingkan muka darinya. Aku tak mau dia tau kalau mataku masih meninggalkan bengkak sehabis menangis tadi malam.
“Gak apa-apa Na, tumben baru dateng?”tanyanya heran.
“iya tan, tadi macet.” jawabku sekenanya.
“Kamu habis nangis lagi ya Na?”tanyanya setelah memperhatikan wajahku dengan seksama.
“Yah, gitu deh tan.”jawabku sambil nyengir.
“yaaah, kamu Na. Mau sampe kapan kamu kayak gini terus Na? Reski kan udah tenang disana, kamu jangan bikin dia sedih dengan kamu menangis terus-menerus. Ayo na, kamu harus bangkit. Jangan menyiksa diri kamu sendiri.”hiburnya.
“Iya bu guru, makasih nasihatnya. Waah, aku gak nyangka seorang Tania yang ku kenal dulunya anak manja, sekarang udah berubah jadi dewasa.”ledekku.
Akibat perkataanku barusan, alhasil Tania melayangkan jitakan pelan di kepalaku.
“auu, sakit!”ringisku. Lalu, kami pun tertawa. Aku merangkulnya sambil berjalan beriringan menuju ruangan kerja kami masing-masing.
***
Jam di dinding ruangan kerjaku udah menunjukan pukul 06.00 sore, kantor pun mulai sepi. Satu persatu teman kerjaku udah pulang dari jam 05.00 tadi, hanya beberapa yang masih tinggal. Aku melirik ke seluruh dokumen yang berserakan di meja kerjaku. “Hufft,” aku menarik napas panjang, karena pekerjaanku masih banyak. Tapi karena hari sudah gelap, aku memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaanku di rumah. Aku bergegas pergi meninggalkan ruanganku. Saat aku melewati ruangan Tania, aku melihatnya masih menekuni pekerjaannya. Hmm.. belum pulang dia, aku ajak pulang bareng aja, batinku.
“Hai Tan.”sapaku. Dia sedikit terlonjak, mungkin aku mengagetkannya.
“Eh kamu Na, kebiasaan deh suka tiba-tiba nongol gitu. Ketuk pintu dulu kek!” jawabnya sewot. Aku hanya nyengir mendengan ocehannya. Aku memang senang sekali menggodanya, sahabatku yang satu ini unik. Gimana pun jailnya aku, dia gak pernah marah.
“Tumben kamu belum pulang? Mau pulang bareng gak?”
“Belum Na, lagi nunggu sepupuku jemput. Tapi dia belum dateng juga. Sambil nunggu dia, aku mau nyelesein pekerjaanku.”jawabnya sambil terus menatap tumpukan kertas di depannya.
“Oh. Aku pulang duluan ya Na, cape banget! Dadah Tania sayaaaang.”
“Iyaa,, hati-hati ya. Jangan nangis sambil nyetir.”godanya.
Kulangkahkan kaki menuju tempat parkir kantorku, tapi aku gak sengaja menyenggol bahu seorang laki-laki.
“Ups.. maaf.” Ucapku.
“gapapa,” jawabnya.
Aku sempat melongo beberapa saat, memperhatikannya hingga menghilang dari hadapanku. Rasanya aku belum pernah melihatnya. Tapi, dia lucu juga. Pasti sekarang wajahku bersemu merah. Untunglah hari sudah gelap, jadi tak ada yang melihat. Ups, Ya Allah .. apa yang sedang aku fikirkan? Hatiku masih milik Reski, batinku. Aku bergegas pulang.
***
Esoknya…
Aku merasa langkah kakiku lebih ringan dari kemarin, wajahku terasa lebih segar, seulas senyuman terus mengembang di bibirku. Setiap orang yang lewat di depanku selalu kusapa dengan ramah. Aku melihat mereka merasa aneh dengan sikapku hari ini.
“Hey Na!” sapa seseorang dari belakangku.
“Eh kamu, Tan.” Jawabku dengan senyum yang masih mengembang.
“aishh,, ada angin apa nih? Tumben wajahnya cerah.” Tania menggodaku sambil mencubit pipiku.
“Auu..sakit! gausah maen cubit-cubit.”gerutuku.
“tumben tu wajah cerah,kenapa? Kayaknya lagi seneng yaah?”
“Ah, gapapa.”jawabku sekenanya.
“Ihh,, ayoo dong ceritaaa!”
Aku menatapnya, kulihat wajahnya yang memelas. Kelihatannya lucu, aku tertawa.
“Iya..iyaa.. aku cerita deh sama kamu, sahabatku Tania yang baik. Tapi gak di sini yah, di café biasa aja, sambil makan. Tadi pagi aku gak sempet sarapan.”
Dia menganggukkan kepalanya. Aku menarik tangannya ke sebuah café mungil yang berada tak jauh dari kantor. Kami memesan beberapa makanan. Sambil menunggu pesanan kami datang, aku menceritakan kejadian semalam padanya. Belum sempat aku menyelesaikan ceritaku, tiba-tiba pesanan kami datang. Aku segera menyambarnya, kulihat Tania juga melakukan hal yang sama denganku. Aku cekikikan melihatnya.
“Laper, doyan apa rakus?”ledekku.
Yang di ledek malah gak menggubris pertanyaanku, dia sibuk menghabiskan makanannya. Akhirnya aku pun mengikutinya. Suasana terasa hening, tapi tiba-tiba Tania memulai pembicararaannya.
“Raina, terusin lagi ceritanya.”
“Aku kira kamu udah lupa tan,”
“Engga akan!” jawabnya sambil menjulurkan lidahnya.
Aku meneruskan lagi ceritaku. Tiba-tiba dia angkat bicara dan memotong ceritaku.
“Cinta pada pandangan pertama tuh.”celetuknya.
“Uhuk…” Aku yang kaget mendengarnya, langsung tersedak. Aku mengambil air minum yang dari tadi belum ku sentuh dan meneguknya cepat.
“apaan sih kamu tan? Cinta?” tanyaku ragu.
“Iya cinta. Menurut cerita yang aku dengar barusan dari kamu, kamu jatuh cinta sama tuh orang. Hebat banget tuh cowok, bisa bikin kamu yang keras kepala dan menutup diri jadi lumer kayak gini. Siapa sih cowoknya?”
Aku menggeleng lemah dan kembali murung. Tapi masa iya sih aku jatuh cinta sama dia? Aku kan masih cinta sama Reski.
“Hey, malah ngelamun.”
Aku terlonjak dan tersadar dari lamunanku.
“Udah gak usah sedih, ntar aku bantuin kamu nyari dia deh, siapa tau dia dateng lagi kesini.” Hiburnya.
“iya, makasih ya Tan. Tapi aku masih gak yakin kalau aku emang jatuh cinta sama dia.”
“itu sih baru menurut aku, kamu yang tau perasaanmu sekarang ataupun nanti kayak gimana. Yang penting kamu bahagia, aku udah seneng sekarang kamu berubah kayak dulu lagi. Jadi lebih ceria, gak pemurung dan tukang nangis lagi. Aku harap sih kamu gini terus, soalnya Raina yang aku kenal dari kecil tuh gadis yang periang, jail, murah senyum, bukan gadis yang pemurung dan tukang nangis.” Jawab Tania panjang lebar.
“Makasih ya Tan, kamu emang sahabatku yang paling baik. Beruntung aku punya sahabat kayak kamu.”pujiku.
“Iyaa Na, kamu itu ke aku kayak ke siapa aja. Aku udah ngenggep kamu seperti keluarga aku sendiri Na. kalau ada apa-apa, cerita aja ke aku Na. Aku siap dengerin ocehan kamu.”
Kami pun tertawa bersama. Tapi kini tawaku terasa lebih lepas, tanpa beban.
“Yaudah yuk Na, istirahat siangnya udah mau habis. Balik ke kantor sekarang yuk. Kamu yang bayar makan siang kita yah,”
“huu..dasar! tapi yaudah deh, mumpung aku lagi baik. Makan siang sekarang aku yang bayarin, tapi lain kali gantian ya.”pintaku.
“gak janji.”sahutnya sambil menjulurkan lidahnya. Lalu kami pun berjalan beriringan menuju kantor.
***
Kata-kata Tania tadi siang masih terus terngiang di telingaku. Apa bener ya yang di katakan Tania? Aku melirik jam tanganku, hmm.. masih jam 5.30 , aku memuruskan untuk pulang. Aku berjalan menuju parkiran dengan harapan bisa bertemu laki-laki itu. Dan ternyata harapanku benar, tapi kali ini dia sedang duduk di depan sebuah mobil. Seperti sedang menunggu seseorang. Tanpa sadar aku terus memperhatikannya. Dan kini dia menatapku. Ya ampuun, dia tersenyum. Manisnyaaa! Jeritku dalam hati. Aku melaju dengan perasaan yang tak bisa ku gambarkan.
Semakin hari aku semakin sengaja pulang lebih sore dari biasanya, karena dengan begitu aku bisa melihatnya sedang menunggu seseorang di parkiran. Dan sampai akhirnya aku tau, ternyata dia adalah Revi, sepupunya Tania. Karena saat itu aku dan Tania yang rencananya akan pulang bersama, ternyata Revi menjemputnya. Dari situlah aku dan Tania pun tau kalau orang yang selama ini sering aku ceritakan ke Tania adalah sepupunya sendiri. Tania yang mengetahui sepupunya berhasil membuat aku kembali ceria hanya senyum-senyum penuh arti. Tapi dia janji akan membuat aku lebih dekat dengannya.
Tania menepati janjinya. Kini aku semakin dekat dengan Revi. Bahkan tak jarang Revi datang ke kantor untuk menjemputku, bukan menjemput Tania. Awalnya aku merasa gak enak pada Tania, karena Revi lebih sering menjemputku daripada dirinya. Tapi ternyata Tania tidak keberatan, dan terkadang kami pun pulang bertiga.
***
Sabtu malam, Revi mengajakku untuk makan malam di luar. Revi akan menjemputku. Dengan bantuan Tania, aku segera bersiap dan memakai baju terbaikku. Tania yang mendandaniku kali ini, aku membiarkan jemari Tania yang halus itu untuk mempermak wajahku. Setelah selesai, aku mematut diri di depan cermin. Rambut sebahuku dibiarkan tergerai, namun Tania membuat sedikit gelombang di rambutku, tak lupa Tania juga menambahkan beberapa jepit rambut. Tania juga yang memilihkanku sebuah gaun berwarna ungu dengan high heels dan tas mungil berwarna putih.
“Tan, makasih ya. Aku gak akan pernah melupakan kebaikanmu.”
“Iya. Sama-sama Na. Yaudah sana, tunggu Revi di ruang tamu.”
“Iya Tan. Aku jadi geli kalau ngeliatnya.”jelasku sambil cekikikan.
“Geli kenapa Na? gaunnya gak enak di pakenya yah?” Tanya Tania sedikit kecewa.
“hahaha.. kamu itu lucu Tan kalau udah cemberut kayak gitu.” Aku tertawa lebar. Tapi karena kulihat mukanya semakin di tekuk, ahkirnya aku memperjelas ucapanku.
“Gini Na, aku yang mau makan malam di luar sama Revi, tapi keliatannya kamu yang repot banget nyiapin ini-itu. Tapi, makasih ya. Aku suka ko.” Jelasku senang.
Senyumnya mengembang, “iya Na. kamu tuh udah puluhan kali bilang makasih sama aku. Udah gak usah sungkan. Revi itu sepupuku, kamu juga sahabatku. Aku sayang kalian berdua, dan aku pengen orang yang aku sayang itu senang.”
Saat aku sedang asyik berbincang dengan Tania, tiba-tiba bel apartemenku berbunyi. Tania melarangku membuka pintu, karena dia yakin yang menekan bel itu adalah Revi. Tania ingin penampilanku saat ini menjadi sebuah kejutan untuk Revi. Dan ternyata benar, sayup-sayup aku mendengar Tania sedang berbicara dengan sebuah suara yang sangat aku kenal, suara Revi. Kemudian Tania memanggilku.
“Rainaaa! Pangeranmu dataang!”Tania berteriak dari depan.
Aku beranjak dari tempat dudukku dan berjalan ke depan. Saat aku muncul dari balik pintu, Revi menatapku dengan mata yang gak berkedip beberapa saat.
“Cantik.”komentar Revi pelan.
Aku tersipu, aku yakin sekarang pipiku berwarna merah jambu, mengalahkan blushon yang tadi dikenakan Tania padaku.
“Yaudah sana, cepet jalan. Kunci apartemen kamu aku yang pegang aja ya. Di jamin aman. Selamat bersenang-senang.”Tania mendorongku dan Revi keluar. Aku sempat melihat Tania membisikan sesuatu pada Revi, Revi hanya tersenyum mendengarnya. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi aku penasaran!
***
Ternyata Revi membawaku ke sebuah danau. Awalnya aku bingung kenapa Revi membawaku ke danau malam-malam. Revi membawaku terus berjalan ke pinggir danau dengan mataku yang ditutup oleh kedua tangannya. Dia membimbingku berjalan agar aku tidak tersandung ataupun jatuh terjerembab. Revi melepaskan tangannya dari mataku. Ketika aku membuka mata, Revi menunjuk ke tengah danau yang airnya tenang. Di tengah danau itu ada tanaman-tanaman yang diatasnya terdapat sebuah lilin-lilin mungil membentuk tulisan I LOVE U.
Kemudian Revi berlutut di hadapanku dan memegang kedua tanganku.
“Raina,, aku menyukaimu. Bolehkah aku menjadi bunga pengganti yang terus tumbuh dan mekar di kebun hatimu?”tanyanya.
Aku terkejut, tapi aku bahagia. Aku menganggukan kepalaku, pertanda bahwa aku menerimanya. Dia bangkit dan memelukku.
***
                Tepat jam 10 malam, aku kembali ke apartemenku. Sebelumnya aku ke apartemen Tania dulu untuk mengambil kunci. Setelah berganti pakaian, aku langsung menuju tempat tidur dan kembali menulis buku harianku.

Bunga yang tlah layu
Kini kembali mekar
Bahkan warnanya terlihat lebih indah
Aku akan lebih menjaga dan merawatnya
Agar ia tak pernah layu dan berguguran lagi untuk yang kedua kalinya.
Aku menutup buku harianku, tapi selembar foto menyembul di dalamnya. Kutatap foto Reski yang masih tersimpan rapi dalam buku harianku. “Reski, izinkan aku untuk mencintai orang lain. Namanya Revi, kamu pasti kenal dia kan? Kamu selalu memperhatikanku dan menjagaku dari sana. Kamu akan tetap ada di hatiku.”
Aku menyimpan buku harianku pada tempatnya, dan segera tidur. Kini tidurku diselimuti sebuah senyuman tulus dari dalam hati. Aku berharap mala mini mimpi indah, batinku.



END

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.